Sabtu, 15 Oktober 2011

PERANGKAT HUKUM CYBER LAW

PENGANTAR HAK CIPTA


1. PENGANTAR (sumber: www.indonesialawcenter.com )

Hak Cipta diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, sebelumnya diatur dalam No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1987 dan diubah lagi dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1997 beserta peraturan pelaksanaannya, yaitu:

• Peraturan Pemerintah RI No. 14 Tahun 1986 jo. Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 1989 tentang Dewan Hak Cipta.
• Peraturan Pemerintah RI No. 1 Tahun 1989 tentang Penerjemahan dan atau perbanyakan Ciptaan untuk Kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, Penelitian dan Pengembangan;
• Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Cinvention For The Protection of literary and Artistic Works;
• Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 19 Tahun 1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty;
• Peraturan Menteri Kehakiman RI No. M.01-HC.03.01 Tahun 1987 tentang Pendaftaran Ciptaan.
• Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.01-PW. 07.03 Tahun 1990 tentang Kewenangan Menyidik Tindak Pidana Hak Cipta;
• Surat edaran Menteri Kehakiman RI No. M.02-HC03.01 Tahun 1991 tentang Kewajiban Melampirkan NPWP dalam Permohonan Pendaftaran Ciptaan dan Pencatatan Pemindahan Hak Cipta Terdaftar.

2. PENGERTIAN HAK CIPTA (PASAL 2 UU NO. 12 TAHUN 1997)

Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengertian pasal 1 UUHC 1997 ini, menunjukkan pengaruh dari para penganut Natural right theory dalam memahami hak cipta. Rumusan pengertian Hak Cipta dalam UUHC 1997 sendiri tidak secara jelas memberikan pengertian mengenai dasar filosofi hukum dibalik perumusan pengertiannya.
Di dalam Natural right theory, terdapat dua pendekatan:
• Pendekatan pertama memandang hak cipta didasarkan pada hasil usaha (labor –dipengaruhi oleh para pengikut John Locke/Lockean) dan kepribadian (personality –dipengaruhi oleh pengikut gagasan Hegel tentang hak/Hegelian). Bisa disebut sebagai pendekatan usaha dan kepribadian.
• Pendekatan kedua adalah state policy, yaitu hak cipta sebagai suatu kebijakan negara untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan (seperti peningkatan kreativitas, perkembangan seni yang berguna, membangun pasar yang tertata bagi buah pikir manusia, dll).
(WARWICK, SHELLY dalam “Is Copyright Ethical? An Examination of the Theories, Laws, and Practices Regarding the Private Ownership of Intellectual Work in the United States”. Proceedings of the Fourth Annual Ethics and Technology Conference, Boston College, June 4-5 1999: www.bc.edu/bc_org/avp/law/st_org/iptf/commentary/content/warwick.html)

Kedua pendekatan ini nampak secara jelas dalam rumusan UUHC Indonesia, yaitu: Pendekatan state policy nampak pada perumusan konsiderans UU (bagian “Menimbang” butir a. UU No. 12/1997). Sedangkan pendekatan usaha dan kepribadian nampak dalam pemaknaan UU tentang arti “Pencipta” di atas.
Pengertian di atas menunjukkan penekanan perlindungan hak cipta pada masalah “keaslian” atau originality. Ahli hukum lain ada pula yang memberikan pengertian dengan didasarkan pada pengertian HAKI lalu ditekankan pada karakteristik hak cipta sebagai hak khusus yang menciptakan ‘monopoli terbatas’. (“Copyright is a bundle of property rights that produce/protect a limited monopoly” dikutip oleh Shelly Warwick dari Ringer B.A. dan Gitlin P (Copyrights. New York: Practicing Law Institute, 1965), Ibid.)
PENGERTIAN HAK CIPTA MENURUT WIPO (sumber: “WIPO: About Intellectual Property” http://www.wipo.org/about-ip/en/ )
Copyright and Related Rights: Copyright is a legal term describing rights given to creators for their literary and artistic works (including computer software). Related rights are granted to performing artists, producers of sound recordings and broadcasting organizations in their radio and television programmes.
PENGERTIAN HAK CIPTA MENURUT BLACK’S LAW DICTIONARY:
One who produces by his own intellectual labor applied to the materials of his composition, an arrangement or compilation new in itself….
PENGERTIAN HAK CIPTA MENURUT AUGUST (sumber: http://august1.com/lectures/ibl/lect-09/notes9.htm )
Copyright: Rights in original intellectual creations in the fields of art, literature, music or science that have been fixed in a tangible medium of expression for the purpose of communication.

3. PENGERTIAN MENGENAI HAL LAIN DALAM PASAL 1 UU NO. 12 TAHUN 1997

Pencipta
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, cekatan, ketrampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.

Pemegang Hak Cipta
Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau orang yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut di atas.

Ciptaan
Hasil setiap karya Pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
Pembatasan Hak Cipta.
UUHC 1997 Pasal 2: hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku.
Istilah “pembatasan-pembatasan” dalam pasal 2 ini, menunjuk pada pengaturan hukum mengenai:
• Tindakan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta.
• Penggunaan, pengambilan, perbanyakan, perubahan, dan pembuatan salinan cadangan atas karya-karya cipta tertentu dengan syarat-syarat tertentu.
• Pelaksanaan penerjemahan atas karya cipta tertentu.
• Pelarangan pengumuman ciptaan yang melanggar hukum.
• Pengumuman ciptaan untuk kepentingan nasional, tanpa izin pencipta, dengan tetap memperhatikan kedudukan pemegang hak cipta.
• Ijin atas pengumuman karya cipta potret seseorang.
Pengertian hak cipta di atas, memberikan kesan seakan-akan hak cipta adalah persoalan pemilikan semata. Padalah hak cipta –menurut –juga memiliki hubungan dengan masalah akses dan hakekat tujuannya sebagai usaha untuk meningkatkan alur yang sehat (terbuka tapi terlindung oleh hukum) akan informasi, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan gagasan-gagasan lain dalam kepentingan masyarakat (Jamie Wodetzki. “Copyright Issues for Special Libraries” dalam Synergy in Sydney, 1995, h.197.). Menurut Wodetzki, jika pemahaman akan tujuan-tujuan semacam ini hilang, maka hak cipta akan kehilangan relevansi dan memiliki resiko kepunahan. Pendapat ini mengemukakan juga bahwa hak cipta berhubungan pula dengan keseimbangan antara hak-hak penghasil informasi dan hak-hak dari para pengguna informasi tersebut.
Pemahaman seperti yang dikemukakan pihak seperti Wodetzki di atas, yang kemudian memberikan pembenaran mengapa justifiable compromise menurut Hohfeld menjadi relevan. Sebab di balik pendapat mengenai keseimbangan hak penghasil informasi dan hak pengguna informasi, terdapat penolakan atas keyakinan natural right theory terhadap hak cipta. Wujud utama dari justifiable compromise dalam hal ini adalah konsep fair use berupa pengutipan atau pengalihan secara terbatas (limited) dan masuk akal (reasonable) akan karya cipta tertentu untuk kepentingan non-komersial.
4. UNSUR-UNSUR UTAMA HAK CIPTA
1. "KEASLIAN karya cipta intelektual" yang menunjukan telah diberikan kretifitas pencipta. Yang dilindungi adalah ide yang telah berwujud dan asli.
• Keaslian berhubungan erat dengan bentuk perwujudan suatu ciptaan (Asli: adalah benar perwujudan karya pencipta; Berwujud: ide telah diturunkan dalam bentuk tertentu). Jiplakan/plagiasi: peniruan atas suatu karya cipta lain yang telah diwujudkan.
• Karya cipta memiliki hak cipta jika diwujudkan dalam bentuk material tertentu.
Hak cipta merupakan hak khusus sehingga perbanyakan/pengumuman karya cipta yang dilekati hak cipta perlu izin dari pemegang hak cipta.

2. Karya-karya di bidang “ilmu pengetahuan, seni dan sastra”, seperti:
• Buku, program komputer, pamflet, susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;
• Ceramah, kuliah,pidato dan ciptaan lainnya yang diwujudkan dengan cara diucapkan;
• Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
• Ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, termasuk karawitan, dan rekaman suara;
• Drama, tari (koreografi, pewayangan, pantomim);
• Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni terapan yang berupa seni kerajinan tangan;
• Arsitektur;
• Peta;
• Seni batik;
• Fotografi;
• Sinematografi;
Baca: “Insan Film Kecewa Tidak Diajak Perumusan UU Hak Cipta” http://www.hukumonline.com/artikel_detail.asp?id=6686
• Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, dan karya lainnya dari hasil pengalihwujudan.
3. Karya telah “diwujudkan di dalam satu bentuk kesatuan yang utuh” yang bisa diperbanyak.
4. Tidak ada formalitas pendaftaran yang dibutuhkan untuk memperoleh perlindungan Hak Cipta:
• Tidak ada kewajiban penggunaan simbol © atau kata “copyright”.
• Tidak ada kewajiban mengungkapkan pemilih hak cipta.
• Tidak ada kewajiban bagi negara untuk mendata kapan satu karya pertama kali dipublikasikan.
• Hak cipta timbul dengan sendirinya. Hak cipta exist pada saat seorang pencipta telah mewujudkan idenya dalam suatu bentuk berwujud.
• Suatu ciptaan tidak memerlukan pengumuman untuk memperoleh hak cipta, sesuai dengan prinsip di atas. Kecuali atas Susunan Perwajahan Karya Tulis (typhographical arrangement), yang hak cipta-nya dimiliki oleh penerbit dimana dibutuhkan penerbitan baru hak ciptanya hadir.
5. Hak cipta merupakan suatu hak yang diakui secara hukum dan harus dibedakan dari penguasaan fisik suatu ciptaan. Membeli atau menyimpan tidak sama dengan pengalihan hak cipta.
6. Hak cipta bukan hak mutlak. Tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut Undang-undang yang berlaku.
5. JANGKA WAKTU PERLINDUNGAN CIPTAAN

Jangka waktu:
• Ciptaan buku, ceramah, alat peraga, lagu, drama, tari, seni rupa, arsitektur, peta, seni batik terjemahan, tafsir, saduran, berlaku selama hidup Pencipta ditambah 50 tahun setelah Pencipta meninggal dunia.
• Ciptaan program komputer, sinematografi, fotografi, database, karya hasil pengalihwujudan berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan.
• Ciptaan atas karya susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan, berlaku selama 25 tahun sejak pertama kali diterbitkan.
• Ciptaan yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan.
• Ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh Negara berdasarkan :
• Ketentuan Pasal 10 Ayat (2) huruf b, berlaku tanpa batas.
6. LINGKUP HAK CIPTA

Pemegang hak cipta hanya boleh membatasi penggunaan dari karya tersebut sendiri. Tidak boleh membatasi orang lain untuk memanfaatkan gagasan atau pengetahuan yang terdapat di dalam karya yang dilindungi hak cipta.

7. HAK EKONOMI

Hak untuk menggunakan karya dalam rangka memperoleh manfaat ekonomi (Pecuniary Rights), terdiri dari:

1. Hak untuk memperbanyak (Right to reproduce).
2. hak untuk mengumumkan (Right to distribute).

Ada doktrin “Exhaustion of Rights”: sekali sebuah karya telah diumumkan kepada publik, hak untuk mengontrol pengumumannya berakhir.

3. Hak untuk menampilkan (Right of performance).

Baca: “Sinetron Jiplakan, Artis Bisa Batalkan Kontrak Sepihak” http://www.hukumonline.com/artikel_detail.asp?id=6443
Pendapat lain mengemukakan, bahwa di dalam hak cipta, dikenal dua macam hak:
• hak eksploitasi (dapat dialihkan). Hak eksploitasi adalah hak cipta atas ciptaan yang dilindungi dalam bentuk apapun perwujudannya.
• hak moral (tidak dapat dialihkan). Hak moral adalah hak pencipta untuk mengklaim sebagai pencipta suatu ciptaan dan hak pencipta untuk mengajukan keberatan terhadap setiap perbuatan yang bermaksud merubah, mengurangi, atau menambah keaslian ciptaannya (any mutilation or deformation or other modification or other derogatory action), yang dapat meragukan kehormatan dan reputasi pencipta (author’s honor or reputations).
1. Meliputi:
• Hak untuk keberatan terhadap distorsi, mutilasi, atau modifikasi atas karya cipta.
• Hak untuk diberi pengakuan sebagai pencipta.
• Hak untuk mengawasi akses publik terhadap karya cipta.
• Hak untuk memperbaiki atau merubah karya cipta.
2. Perjanjian TRIPs (The World Trade Organization's Agreement on Trade- Related Aspects of Intellectual Property Rights): mensyaratkan negara anggota WTO untuk memenuhi ketentuan Konvensi Berne. Tetapi tidak mewajibkan anggota WTO untuk memenuhi ketentuan Konvensi Berne mengenai pemberian hak moral kepada pencipta.

9. PENGGUNAAN YANG TIDAK MENIMBULKAN PELANGGARAN HAK CIPTA (SECARA UMUM)

• Penggunaan di dalam proses peradilan / administratif.
• Penggunaan kepentingan keselamatan umum. Misalnya: penggunaan potret sebagai alat mempertahankan keamanan.
• Penggunaan bagi bahan peraga di sekolah.
• Penggunaan bagi tujuan pribadi murni, kecuali bagi program komputer.
Baca: “Karyawan Membajak, Perusahaan Kena Getahnya” http://www.hukumonline.com/artikel_detail.asp?id=7453
• Penggunaan di dalam pengutipan singkat pada karya ilmiah.
• Penggunaan di dalam pengutipan yang luas dari pidato yang bernilai berita atau komentar politik.

10. YANG TIDAK DAPAT DIDAFTARKAN SEBAGAI CIPTAAN
• Ciptaan di luar bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra;
• Ciptaan yang tidak orisinil;
• Ciptaan yang tidak diwujudkan dalam suatu bentuk yang nyata;
• Ciptaan yang sudah merupakan milik umum;
• Dan ketentuan yang di atas dalam Pasal UUHC.

Tidak ada Hak Cipta atas:
• Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara.
• Peraturan perundang-undangan.
• Pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah.
• Putusan pengadilan atau penetapan hakim.
• Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis.
11. PENCIPTA YANG MENDAPAT PERLINDUNGAN DI INDONESIA
• Warga Negara Indonesia dan badan hukum Indonesia.
• Badan hukum asing yang diumumkan pertama kali di Indonesia.
• Badan hukum asing dari negara yang mempunyai ikatan perjanjian di bidang Hak Cipta dengan dengan Republik Indonesia, atau negaranya dan Republik Indonesia merupakan pihak atau peserta dalam suatu perjanjian multilateral yang sama mengenai perlindungan Hak Cipta.
12. HAK-HAK YANG BERKAITAN DENGAN HAK CIPTA (BAB VA UU NO. 12 TENTANG HAK CIPTA)

1. Pelaku memiliki hak khusus untuk memberi ijin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak dan menyiarkan rekaman suara dan atau gambar dari pertunjukannya.
Contoh: Karya pertunjukan Inul Daratista dengan ciri khas goyang ‘ngebor’ merupakan hak yang berkaitan dengan Hak Cipta.
Karya pertunjukan musikal “Sri Panggung” karya Guruh Sukarnoputra merupakan miliknya yang tidak dilindungi.
2. Produser rekaman suara memiliki hak khusus untuk memberi ijin atau melarang orang orang lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak karya rekaman suara.
Contoh: Karya rekaman band The Beatles yaitu album yang berjudul “Sgt. Pepper” hak ciptanya dipegang oleh perusahaan produser kaset label tertentu.
3. Lembaga penyiaran memiliki hak khusus untuk memberi ijin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak dan menyiarkan ulang karya siarannya melalaui transmisi dengan atau tanpa kabel, atau melalui sistem elektromagnetik lainnya.
Contoh: Stasiun televisi SCTV memiliki hak atas karya program penyiaran “Liputan 6 pagi”, “Liputan 6 siang”, dan “Liputan 6 sore”.
Baca: “WIPO Pertimbangkan Hak Cipta untuk Lembaga Penyiaran Lewat Internet”



1. PENGANTAR (sumber: www.indonesialawcenter.com )

Hak Cipta diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, sebelumnya diatur dalam No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1987 dan diubah lagi dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1997 beserta peraturan pelaksanaannya, yaitu:

• Peraturan Pemerintah RI No. 14 Tahun 1986 jo. Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 1989 tentang Dewan Hak Cipta.
• Peraturan Pemerintah RI No. 1 Tahun 1989 tentang Penerjemahan dan atau perbanyakan Ciptaan untuk Kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, Penelitian dan Pengembangan;
• Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Cinvention For The Protection of literary and Artistic Works;
• Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 19 Tahun 1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty;
• Peraturan Menteri Kehakiman RI No. M.01-HC.03.01 Tahun 1987 tentang Pendaftaran Ciptaan.
• Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.01-PW. 07.03 Tahun 1990 tentang Kewenangan Menyidik Tindak Pidana Hak Cipta;
• Surat edaran Menteri Kehakiman RI No. M.02-HC03.01 Tahun 1991 tentang Kewajiban Melampirkan NPWP dalam Permohonan Pendaftaran Ciptaan dan Pencatatan Pemindahan Hak Cipta Terdaftar.

2. PENGERTIAN HAK CIPTA (PASAL 2 UU NO. 12 TAHUN 1997)

Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengertian pasal 1 UUHC 1997 ini, menunjukkan pengaruh dari para penganut Natural right theory dalam memahami hak cipta. Rumusan pengertian Hak Cipta dalam UUHC 1997 sendiri tidak secara jelas memberikan pengertian mengenai dasar filosofi hukum dibalik perumusan pengertiannya.
Di dalam Natural right theory, terdapat dua pendekatan:
• Pendekatan pertama memandang hak cipta didasarkan pada hasil usaha (labor –dipengaruhi oleh para pengikut John Locke/Lockean) dan kepribadian (personality –dipengaruhi oleh pengikut gagasan Hegel tentang hak/Hegelian). Bisa disebut sebagai pendekatan usaha dan kepribadian.
• Pendekatan kedua adalah state policy, yaitu hak cipta sebagai suatu kebijakan negara untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan (seperti peningkatan kreativitas, perkembangan seni yang berguna, membangun pasar yang tertata bagi buah pikir manusia, dll).
(WARWICK, SHELLY dalam “Is Copyright Ethical? An Examination of the Theories, Laws, and Practices Regarding the Private Ownership of Intellectual Work in the United States”. Proceedings of the Fourth Annual Ethics and Technology Conference, Boston College, June 4-5 1999: www.bc.edu/bc_org/avp/law/st_org/iptf/commentary/content/warwick.html)

Kedua pendekatan ini nampak secara jelas dalam rumusan UUHC Indonesia, yaitu: Pendekatan state policy nampak pada perumusan konsiderans UU (bagian “Menimbang” butir a. UU No. 12/1997). Sedangkan pendekatan usaha dan kepribadian nampak dalam pemaknaan UU tentang arti “Pencipta” di atas.
Pengertian di atas menunjukkan penekanan perlindungan hak cipta pada masalah “keaslian” atau originality. Ahli hukum lain ada pula yang memberikan pengertian dengan didasarkan pada pengertian HAKI lalu ditekankan pada karakteristik hak cipta sebagai hak khusus yang menciptakan ‘monopoli terbatas’. (“Copyright is a bundle of property rights that produce/protect a limited monopoly” dikutip oleh Shelly Warwick dari Ringer B.A. dan Gitlin P (Copyrights. New York: Practicing Law Institute, 1965), Ibid.)
PENGERTIAN HAK CIPTA MENURUT WIPO (sumber: “WIPO: About Intellectual Property” http://www.wipo.org/about-ip/en/ )
Copyright and Related Rights: Copyright is a legal term describing rights given to creators for their literary and artistic works (including computer software). Related rights are granted to performing artists, producers of sound recordings and broadcasting organizations in their radio and television programmes.
PENGERTIAN HAK CIPTA MENURUT BLACK’S LAW DICTIONARY:
One who produces by his own intellectual labor applied to the materials of his composition, an arrangement or compilation new in itself….
PENGERTIAN HAK CIPTA MENURUT AUGUST (sumber: http://august1.com/lectures/ibl/lect-09/notes9.htm )
Copyright: Rights in original intellectual creations in the fields of art, literature, music or science that have been fixed in a tangible medium of expression for the purpose of communication.

3. PENGERTIAN MENGENAI HAL LAIN DALAM PASAL 1 UU NO. 12 TAHUN 1997

Pencipta
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, cekatan, ketrampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.

Pemegang Hak Cipta
Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau orang yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut di atas.

Ciptaan
Hasil setiap karya Pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
Pembatasan Hak Cipta.
UUHC 1997 Pasal 2: hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku.
Istilah “pembatasan-pembatasan” dalam pasal 2 ini, menunjuk pada pengaturan hukum mengenai:
• Tindakan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta.
• Penggunaan, pengambilan, perbanyakan, perubahan, dan pembuatan salinan cadangan atas karya-karya cipta tertentu dengan syarat-syarat tertentu.
• Pelaksanaan penerjemahan atas karya cipta tertentu.
• Pelarangan pengumuman ciptaan yang melanggar hukum.
• Pengumuman ciptaan untuk kepentingan nasional, tanpa izin pencipta, dengan tetap memperhatikan kedudukan pemegang hak cipta.
• Ijin atas pengumuman karya cipta potret seseorang.
Pengertian hak cipta di atas, memberikan kesan seakan-akan hak cipta adalah persoalan pemilikan semata. Padalah hak cipta –menurut –juga memiliki hubungan dengan masalah akses dan hakekat tujuannya sebagai usaha untuk meningkatkan alur yang sehat (terbuka tapi terlindung oleh hukum) akan informasi, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan gagasan-gagasan lain dalam kepentingan masyarakat (Jamie Wodetzki. “Copyright Issues for Special Libraries” dalam Synergy in Sydney, 1995, h.197.). Menurut Wodetzki, jika pemahaman akan tujuan-tujuan semacam ini hilang, maka hak cipta akan kehilangan relevansi dan memiliki resiko kepunahan. Pendapat ini mengemukakan juga bahwa hak cipta berhubungan pula dengan keseimbangan antara hak-hak penghasil informasi dan hak-hak dari para pengguna informasi tersebut.
Pemahaman seperti yang dikemukakan pihak seperti Wodetzki di atas, yang kemudian memberikan pembenaran mengapa justifiable compromise menurut Hohfeld menjadi relevan. Sebab di balik pendapat mengenai keseimbangan hak penghasil informasi dan hak pengguna informasi, terdapat penolakan atas keyakinan natural right theory terhadap hak cipta. Wujud utama dari justifiable compromise dalam hal ini adalah konsep fair use berupa pengutipan atau pengalihan secara terbatas (limited) dan masuk akal (reasonable) akan karya cipta tertentu untuk kepentingan non-komersial.
4. UNSUR-UNSUR UTAMA HAK CIPTA
1. "KEASLIAN karya cipta intelektual" yang menunjukan telah diberikan kretifitas pencipta. Yang dilindungi adalah ide yang telah berwujud dan asli.
• Keaslian berhubungan erat dengan bentuk perwujudan suatu ciptaan (Asli: adalah benar perwujudan karya pencipta; Berwujud: ide telah diturunkan dalam bentuk tertentu). Jiplakan/plagiasi: peniruan atas suatu karya cipta lain yang telah diwujudkan.
• Karya cipta memiliki hak cipta jika diwujudkan dalam bentuk material tertentu.
Hak cipta merupakan hak khusus sehingga perbanyakan/pengumuman karya cipta yang dilekati hak cipta perlu izin dari pemegang hak cipta.

2. Karya-karya di bidang “ilmu pengetahuan, seni dan sastra”, seperti:
• Buku, program komputer, pamflet, susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;
• Ceramah, kuliah,pidato dan ciptaan lainnya yang diwujudkan dengan cara diucapkan;
• Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
• Ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, termasuk karawitan, dan rekaman suara;
• Drama, tari (koreografi, pewayangan, pantomim);
• Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni terapan yang berupa seni kerajinan tangan;
• Arsitektur;
• Peta;
• Seni batik;
• Fotografi;
• Sinematografi;
Baca: “Insan Film Kecewa Tidak Diajak Perumusan UU Hak Cipta” http://www.hukumonline.com/artikel_detail.asp?id=6686
• Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, dan karya lainnya dari hasil pengalihwujudan.
3. Karya telah “diwujudkan di dalam satu bentuk kesatuan yang utuh” yang bisa diperbanyak.
4. Tidak ada formalitas pendaftaran yang dibutuhkan untuk memperoleh perlindungan Hak Cipta:
• Tidak ada kewajiban penggunaan simbol © atau kata “copyright”.
• Tidak ada kewajiban mengungkapkan pemilih hak cipta.
• Tidak ada kewajiban bagi negara untuk mendata kapan satu karya pertama kali dipublikasikan.
• Hak cipta timbul dengan sendirinya. Hak cipta exist pada saat seorang pencipta telah mewujudkan idenya dalam suatu bentuk berwujud.
• Suatu ciptaan tidak memerlukan pengumuman untuk memperoleh hak cipta, sesuai dengan prinsip di atas. Kecuali atas Susunan Perwajahan Karya Tulis (typhographical arrangement), yang hak cipta-nya dimiliki oleh penerbit dimana dibutuhkan penerbitan baru hak ciptanya hadir.
5. Hak cipta merupakan suatu hak yang diakui secara hukum dan harus dibedakan dari penguasaan fisik suatu ciptaan. Membeli atau menyimpan tidak sama dengan pengalihan hak cipta.
6. Hak cipta bukan hak mutlak. Tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut Undang-undang yang berlaku.
5. JANGKA WAKTU PERLINDUNGAN CIPTAAN

Jangka waktu:
• Ciptaan buku, ceramah, alat peraga, lagu, drama, tari, seni rupa, arsitektur, peta, seni batik terjemahan, tafsir, saduran, berlaku selama hidup Pencipta ditambah 50 tahun setelah Pencipta meninggal dunia.
• Ciptaan program komputer, sinematografi, fotografi, database, karya hasil pengalihwujudan berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan.
• Ciptaan atas karya susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan, berlaku selama 25 tahun sejak pertama kali diterbitkan.
• Ciptaan yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan.
• Ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh Negara berdasarkan :
• Ketentuan Pasal 10 Ayat (2) huruf b, berlaku tanpa batas.
6. LINGKUP HAK CIPTA

Pemegang hak cipta hanya boleh membatasi penggunaan dari karya tersebut sendiri. Tidak boleh membatasi orang lain untuk memanfaatkan gagasan atau pengetahuan yang terdapat di dalam karya yang dilindungi hak cipta.

7. HAK EKONOMI

Hak untuk menggunakan karya dalam rangka memperoleh manfaat ekonomi (Pecuniary Rights), terdiri dari:

1. Hak untuk memperbanyak (Right to reproduce).
2. hak untuk mengumumkan (Right to distribute).

Ada doktrin “Exhaustion of Rights”: sekali sebuah karya telah diumumkan kepada publik, hak untuk mengontrol pengumumannya berakhir.

3. Hak untuk menampilkan (Right of performance).

Baca: “Sinetron Jiplakan, Artis Bisa Batalkan Kontrak Sepihak” http://www.hukumonline.com/artikel_detail.asp?id=6443
Pendapat lain mengemukakan, bahwa di dalam hak cipta, dikenal dua macam hak:
• hak eksploitasi (dapat dialihkan). Hak eksploitasi adalah hak cipta atas ciptaan yang dilindungi dalam bentuk apapun perwujudannya.
• hak moral (tidak dapat dialihkan). Hak moral adalah hak pencipta untuk mengklaim sebagai pencipta suatu ciptaan dan hak pencipta untuk mengajukan keberatan terhadap setiap perbuatan yang bermaksud merubah, mengurangi, atau menambah keaslian ciptaannya (any mutilation or deformation or other modification or other derogatory action), yang dapat meragukan kehormatan dan reputasi pencipta (author’s honor or reputations).
1. Meliputi:
• Hak untuk keberatan terhadap distorsi, mutilasi, atau modifikasi atas karya cipta.
• Hak untuk diberi pengakuan sebagai pencipta.
• Hak untuk mengawasi akses publik terhadap karya cipta.
• Hak untuk memperbaiki atau merubah karya cipta.
2. Perjanjian TRIPs (The World Trade Organization's Agreement on Trade- Related Aspects of Intellectual Property Rights): mensyaratkan negara anggota WTO untuk memenuhi ketentuan Konvensi Berne. Tetapi tidak mewajibkan anggota WTO untuk memenuhi ketentuan Konvensi Berne mengenai pemberian hak moral kepada pencipta.

9. PENGGUNAAN YANG TIDAK MENIMBULKAN PELANGGARAN HAK CIPTA (SECARA UMUM)

• Penggunaan di dalam proses peradilan / administratif.
• Penggunaan kepentingan keselamatan umum. Misalnya: penggunaan potret sebagai alat mempertahankan keamanan.
• Penggunaan bagi bahan peraga di sekolah.
• Penggunaan bagi tujuan pribadi murni, kecuali bagi program komputer.
Baca: “Karyawan Membajak, Perusahaan Kena Getahnya” http://www.hukumonline.com/artikel_detail.asp?id=7453
• Penggunaan di dalam pengutipan singkat pada karya ilmiah.
• Penggunaan di dalam pengutipan yang luas dari pidato yang bernilai berita atau komentar politik.

10. YANG TIDAK DAPAT DIDAFTARKAN SEBAGAI CIPTAAN
• Ciptaan di luar bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra;
• Ciptaan yang tidak orisinil;
• Ciptaan yang tidak diwujudkan dalam suatu bentuk yang nyata;
• Ciptaan yang sudah merupakan milik umum;
• Dan ketentuan yang di atas dalam Pasal UUHC.

Tidak ada Hak Cipta atas:
• Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara.
• Peraturan perundang-undangan.
• Pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah.
• Putusan pengadilan atau penetapan hakim.
• Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis.
11. PENCIPTA YANG MENDAPAT PERLINDUNGAN DI INDONESIA
• Warga Negara Indonesia dan badan hukum Indonesia.
• Badan hukum asing yang diumumkan pertama kali di Indonesia.
• Badan hukum asing dari negara yang mempunyai ikatan perjanjian di bidang Hak Cipta dengan dengan Republik Indonesia, atau negaranya dan Republik Indonesia merupakan pihak atau peserta dalam suatu perjanjian multilateral yang sama mengenai perlindungan Hak Cipta.
12. HAK-HAK YANG BERKAITAN DENGAN HAK CIPTA (BAB VA UU NO. 12 TENTANG HAK CIPTA)

1. Pelaku memiliki hak khusus untuk memberi ijin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak dan menyiarkan rekaman suara dan atau gambar dari pertunjukannya.
Contoh: Karya pertunjukan Inul Daratista dengan ciri khas goyang ‘ngebor’ merupakan hak yang berkaitan dengan Hak Cipta.
Karya pertunjukan musikal “Sri Panggung” karya Guruh Sukarnoputra merupakan miliknya yang tidak dilindungi.
2. Produser rekaman suara memiliki hak khusus untuk memberi ijin atau melarang orang orang lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak karya rekaman suara.
Contoh: Karya rekaman band The Beatles yaitu album yang berjudul “Sgt. Pepper” hak ciptanya dipegang oleh perusahaan produser kaset label tertentu.
3. Lembaga penyiaran memiliki hak khusus untuk memberi ijin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak dan menyiarkan ulang karya siarannya melalaui transmisi dengan atau tanpa kabel, atau melalui sistem elektromagnetik lainnya.
Contoh: Stasiun televisi SCTV memiliki hak atas karya program penyiaran “Liputan 6 pagi”, “Liputan 6 siang”, dan “Liputan 6 sore”.
Baca: “WIPO Pertimbangkan Hak Cipta untuk Lembaga Penyiaran Lewat Internet”

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a. bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman etnik/suku bangsa dan budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra dengan pengembangan-pengembangannya yang memerlukan perlindungan Hak Cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut;
b. bahwa Indonesia telah menjadi anggota berbagai konvensi/perjanjian internasional di bidang hak kekayaan intelektual pada umumnya dan Hak Cipta pada khususnya yang memerlukan pengejawantahan lebih lanjut dalam sistem hukum nasionalnya;
c. bahwa perkembangan di bidang perdagangan, industri, dan investasi telah sedemikian pesat sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi Pencipta dan Pemilik Hak Terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas;
d. bahwa dengan memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang Hak Cipta yang ada, dipandang perlu untuk menetapkan Undang-undang Hak Cipta yang baru menggantikan Undang -undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan seb agaimana tersebut dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, dibutuhkan Undang-undang tentang Hak Cipta.

Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 28 C ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564);

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG HAK CIPTA.
BAB I – KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama -sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
3. Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
4. Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
5. Pengumuman adalah pem bacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
6. Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
7. Potret adalah gambar dari wajah orang yang digambarkan, baik bersama bagian tubuh lainnya ataupun tidak, yang diciptakan dengan cara dan alat apa pun.
8. Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabun gkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
9. Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya, dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.
10. Pelaku adalah aktor, penyanyi, pemusik, penari, atau mereka yang menampilkan, memperagakan, mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau memainkan suatu karya musik, drama, tari, sastra, folklor, atau karya seni lainnya.
11. Produser Rekaman Suara adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukan maupun perek aman suara atau perekaman bunyi lainnya.
12. Lembaga Penyiaran adalah organisasi penyelenggara siaran yang berbentuk badan hukum, yang melakukan penyiaran atas suatu karya siaran dengan menggunakan transmisi dengan atau tanpa kabel atau melalui sistem elektromagnetik.
13. Permohonan adalah Permohonan pendaftaran Ciptaan yang diajukan oleh pemohon kepada Direktorat Jenderal.
14. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
15. Kuasa adalah konsultan Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-undang ini.
16. Menteri adalah Menteri yang membawahkan departemen yang salah satu lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Hak Cipta.
17. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.
BAB II – LINGKUP HAK CIPTA
Bagian Pertama – Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Pasal 2
(1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembata san menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pencipta dan/atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Pasal 3
(1) Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak.
(2) Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena:
a. Pewarisan;
b. Hibah;
c. Wasiat;
d. Perjanjian tertulis; atau
e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 4
(1) Hak Cipta yang dimiliki oleh Pencipta, yang setelah Penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
(2) Hak Cipta yang tidak atau belum diumumkan yang setelah Penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
Bagian Kedua – Pencipta
Pasal 5
(1) Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai Pencipta adalah:
a. orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal; atau
b. orang yang namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan.
(2) Kecuali terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa Penciptanya, orang yang berceramah dianggap sebagai Pencipta ceramah tersebut.
Pasal 6
Jika suatu Ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai Pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang tersebut, yang dianggap sebagai Pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi Hak Cipta masing-masing atas bagian Ciptaannya itu.
Pasal 7
Jika suatu Ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, Penciptanya adalah orang yang merancang Ciptaan itu.
Pasal 8
(1) Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, Pemegang Hak Cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya Ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak Pencipta apabila penggunaan Ciptaan itu diperluas sampai ke luar hubungan dinas.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Ciptaan yang dibuat pihak lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas.
(3) Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.
Pasal 9
Jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa Ciptaan berasal dari padanya dengan tidak menyebut seseorang sebagai Penciptanya, badan hukum tersebut dianggap sebagai Penciptanya, kecuali jika terbukti sebaliknya.
Bagian Ketiga – Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui
Pasal 10
(1) Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya.
(2) Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.
(3) Untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat (2), orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Jika suatu Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan itu belum diterbitkan, Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.
(2) Jika suatu Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya atau pada Ciptaan tersebut hanya tertera nama samaran Penciptanya, penerbit memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.
(3) Jika suatu Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya dan/atau penerbitnya, Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.
Bagian Keempat – Ciptaan yang Dilindungi
Pasal 12
(1) Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
a. buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f. seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
g. arsitektur;
h. peta;
i. seni batik;
j. fotografi;
k. sinematografi;
l. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk juga semua Ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan Perbanyakan hasil karya itu.
Pasal 13
Tidak ada Hak Cipta atas:
a. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
b. peraturan perundang-undangan;
c. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
d. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
e. keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
Bagian Kelima – Pembatasan Hak Cipta
Pasal 14
Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. Pengumuman dan/atau Perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli;
b. Pengumuman dan/atau Perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan dan/atau diperbanyak oleh atau atas nama Pemerintah, kecuali apabila Hak Cipta itu dinyatakan dilindungi, baik dengan peraturan perundang-undangan maupun dengan pernyataan pada Ciptaan itu sendiri atau ketika Ciptaan itu diumumkan dan/atau diperbanyak; atau
c. Pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
Pasal 15
Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
b. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan;
c. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
(i) ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
(ii) pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
d. Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial;
e. Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
f. perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan;
g. pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Pasal 16
(1) Untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, serta kegiatan penelitian dan pengembangan, terhadap Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra, Menteri setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta dapat:
a. mewajibkan Pemegang Hak Cipta untuk melaksanakan sendiri penerjemahan dan/atau Perbanyakan Ciptaan tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan;
b. mewajibkan Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan untuk memberikan izin kepada pihak lain untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak Ciptaan tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan dalam hal Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan tidak melaksanakan sendiri atau melaksanakan sendiri kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
c. menunjuk pihak lain untuk melakukan penerjemahan dan/atau Perbanyakan Ciptaan tersebut dalam hal Pemegang Hak Cipta tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
(2) Kewajiban untuk menerjemahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya Ciptaan di bidang ilmu pengetahuan dan sastra selama karya tersebut belum pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
(3) Kewajiban untuk memperbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah lewat jangka waktu:
a. 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya buku di bidang matematika dan ilmu pengetahuan alam dan buku itu belum pernah diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia;
b. 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya buku di bidang ilmu sosial dan buku itu belum pernah diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia;
c. 7 (tujuh) tahun sejak diumumkannya buku di bidang seni dan sastra dan buku itu belum pernah diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia.
(4) Penerjemahan atau Perbanyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan untuk pemakaian di dalam wilayah Negara Republik Indonesia dan tidak untuk diekspor ke wilayah Negara lain.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) huruf b dan huruf c disertai pemberian imbalan yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(6) Ketentuan tentang tata cara pengajuan Permohonan untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal 17
Pemerintah melarang Pengumuman setiap Ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan Pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan Negara, kesusilaan, serta ketertiban umum setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta.
Pasal 18
(1) Pengumuman suatu Ciptaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah untuk kepentingan nasional melalui radio, televisi dan/atau sarana lain dapat dilakukan dengan tidak meminta izin kepada Pemegang Hak Cipta dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pemegang Hak Cipta, dan kepada Pemegang Hak Cipta diberikan imbalan yang layak.
(2) Lembaga Penyiaran yang mengumumkan Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang mengabadikan Ciptaan itu semata-mata untuk Lembaga Penyiaran itu sendiri dengan ketentuan bahwa untuk penyiaran selanjutnya, Lembaga Penyiaran tersebut harus memberikan imbalan yang layak kepada Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan.
Bagian Keenam – Hak Cipta atas Potret
Pasal 19
(1) Untuk memperbanyak atau mengumumkan Ciptaannya, Pemegang Hak Cipta atas Potret seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau izin ahli warisnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah orang yang dipotret meninggal dunia.
(2) Jika suatu Potret memuat gambar 2 (dua) orang atau lebih, untuk Perbanyakan atau Pengumuman setiap orang yang dipotret, apabila Pengumuman atau Perbanyakan itu memuat juga orang lain dalam potret itu, Pemegang Hak Cipta harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari setiap orang dalam Potret itu, atau izin ahli waris masing-masing dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah yang dipotret meninggal dunia.
(3) Ketentuan dalam pasal ini hanya berlaku terhadap Potret yang dibuat:
a. atas permintaan sendiri dari orang yang dipotret;
b. atas permintaan yang dilakukan atas nama orang yang dipotret; atau
c. untuk kepentingan orang yang dipotret.
Pasal 20
Pemegang Hak Cipta atas Potret tidak boleh mengumumkan potret yang dibuat:
a. tanpa persetujuan dari orang yang dipotret;
b. tanpa persetujuan orang lain atas nama yang dipotret; atau
c. tidak untuk kepentingan yang dipotret, apabila Pengumuman itu bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret, atau dari salah seorang ahli warisnya apabila orang yang dipotret sudah meninggal dunia.
Pasal 21
Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta, pemotretan untuk diumumkan atas seorang Pelaku atau lebih dalam suatu pertunjukan umum walaupun yang bersifat komersial, kecuali dinyatakan lain oleh orang yang berkepentingan.
Pasal 22
Untuk kepentingan keamanan umum dan/atau untuk keperluan proses peradilan pidana, Potret seseorang dalam keadaan bagaimanapun juga dapat diperbanyak dan diumumkan oleh instansi yang berwenang.
Pasal 23
Kecuali terdapat persetujuan lain antara Pemegang Hak Cipta dan pemilik Ciptaan fotografi, seni lukis, gambar, arsitektur, seni pahat dan/atau hasil seni lain, pemilik berhak tanpa persetujuan Pemegang Hak Cipta untuk mempertunjukkan Ciptaan di dalam suatu pameran untuk umum atau memperbanyaknya dalam satu katalog tanpa mengurangi ketentuan Pasal 19 dan Pasal 20 apabila hasil karya seni tersebut berupa Potret.
Bagian Ketujuh – Hak Moral
Pasal 24
(1) Pencipta atau ahli warisnya berhak menuntut Pemegang Hak Cipta supaya nama Pencipta tetap dicantumkan dalam Ciptaannya.
(2) Suatu Ciptaan tidak boleh diubah walaupun Hak Ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain, kecuali dengan persetujuan Pencipta atau dengan persetujuan ahli warisnya dalam hal Pencipta telah meninggal dunia.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga terhadap perubahan judul dan anak judul Ciptaan, pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran Pencipta.
(4) Pencipta tetap berhak mengadakan perubahan pada Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat.
Pasal 25
(1) Informasi elektronik tentang informasi manajemen hak Pencipta tidak boleh ditiadakan atau diubah.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 26
(1) Hak Cipta atas suatu Ciptaan tetap berada di tangan Pencipta selama kepada pembeli Ciptaan itu tidak diserahkan seluruh Hak Cipta dari Pencipta itu.
(2) Hak Cipta yang dijual untuk seluruh atau sebagian tidak dapat dijual untuk kedua kalinya oleh penjual yang sama.
(3) Dalam hal timbul sengketa antara beberapa pembeli Hak Cipta yang sama atas suatu Ciptaan, perlindungan diberikan kepada pembeli yang lebih dahulu memperoleh Hak Cipta itu.
Bagian Kedelapan – Sarana Kontrol Teknologi
Pasal 27
Kecuali atas izin Pencipta, sarana kontrol teknologi sebagai pengaman hak Pencipta tidak diperbolehkan dirusak, ditiadakan, atau dibuat tidak berfungsi.
Pasal 28
(1) Ciptaan-ciptaan yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi, khususnya di bidang cakram optik (optical disc), wajib memenuhi semua peraturan perizinan dan persyaratan produksi yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana produksi berteknologi tinggi yang memproduksi cakram optik sebagaimana diatur pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III – MASA BERLAKU HAK CIPTA
Pasal 29
(1) Hak Cipta atas Ciptaan:
a. buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain;
b. drama atau drama musikal, tari, koreografi;
c. segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung;
d. seni batik;
e. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
f. arsitektur;
g. ceramah, kuliah, pidato dan Ciptaan sejenis lain;
h. alat peraga;
i. peta;
j. terjemahan, tafsir, saduran, dan bunga rampai berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia.
(2) Untuk Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, Hak Cipta berlaku selama hidup Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya.
Pasal 30
(1) Hak Cipta atas Ciptaan:
a. Program Komputer;
b. sinematografi;
c. fotografi;
d. database; dan
e. karya hasil pengalihwujudan, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
(2) Hak Cipta atas perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan.
(3) Hak Cipta atas Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pasal ini serta Pasal 29 ayat (1) yang dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
Pasal 31
(1) Hak Cipta atas Ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh Negara berdasarkan:
a. Pasal 10 ayat (2) berlaku tanpa batas waktu;
b. Pasal 11 ayat (1) dan ayat (3) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali diketahui umum.
(2) Hak Cipta atas Ciptaan yang dilaksanakan oleh penerbit berdasarkan Pasal 11 ayat (2) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali diterbitkan.
Pasal 32
(1) Jangka waktu berlakunya Hak Cipta atas Ciptaan yang diumumkan bagian demi bagian dihitung mulai tanggal Pengumuman bagian yang terakhir.
(2) Dalam menentukan jangka waktu berlakunya Hak Cipta atas Ciptaan yang terdiri atas 2 (dua) jilid atau lebih, demikian pula ikhtisar dan berita yang diumumkan secara berkala dan tidak bersamaan waktunya, setiap jilid atau ikhtisar dan berita itu masing-masing dianggap sebagai Ciptaan tersendiri.
Pasal 33
Jangka waktu perlindungan bagi hak Pencipta sebagaimana dimaksud dalam:
a. Pasal 24 ayat (1) berlaku tanpa batas waktu;
b. Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3) berlaku selama berlangsungnya jangka waktu Hak Cipta atas Ciptaan yang bersangkutan, kecuali untuk pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran Penciptanya.
Pasal 34
Tanpa mengurangi hak Pencipta atas jangka waktu perlindungan Hak Cipta yang dihitung sejak lahirnya suatu Ciptaan, penghitungan jangka waktu perlindungan bagi Ciptaan yang dilindungi:
a. selama 50 (lima puluh) tahun;
b. selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia dimulai sejak 1 Januari untuk tahun berikutnya setelah Ciptaan tersebut diumumkan, diketahui oleh umum, diterbitkan, atau setelah Pencipta meninggal dunia.
BAB IV – PENDAFTARAN CIPTAAN
Pasal 35
(1) Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran Ciptaan dan dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan.
(2) Daftar Umum Ciptaan tersebut dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.
(3) Setiap orang dapat memperoleh untuk dirinya sendiri suatu petikan dari Daftar Umum Ciptaan tersebut dengan dikenai biaya.
(4) Ketentuan tentang pendaftar an sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta.
Pasal 36
Pendaftaran Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan yang didaftar.
Pasal 37
(1) Pendaftaran Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan dilakukan atas Permohonan yang diajukan oleh Pencipta atau oleh Pemegang Hak Cipta atau Kuasa.
(2) Permohonan diajukan kepada Direktorat Jenderal dengan surat rangkap 2 (dua) yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan disertai contoh Ciptaan atau penggantinya dengan dikenai biaya.
(3) Terhadap Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal akan memberikan keputusan paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya Permohonan secara lengkap.
(4) Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah konsultan yang terdaftar pada Direktorat Jenderal.
(5) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara untuk dapat diangkat dan terdaftar sebagai konsultan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang syarat dan tata cara Permohonan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 38
Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau suatu badan hukum yang secara bersama-sama berhak atas suatu Ciptaan, Permohonan tersebut dilampiri salinan resmi akta atau keterangan tertulis yang membuktikan hak tersebut.
Pasal 39
Dalam Daftar Umum Ciptaan dimuat, antara lain:
a. nama Pencipta dan Pemegang Hak Cipta;
b. tanggal penerimaan surat Permohonan;
c. tanggal lengkapnya persyaratan menurut Pasal 37; dan
d. nomor pendaftaran Ciptaan.
Pasal 40
(1) Pendaftaran Ciptaan dianggap telah dilakukan pada saat diterimanya Permohonan oleh Direktorat Jenderal dengan lengkap menurut Pasal 37, atau pada saat diterimanya Permohonan dengan lengkap menurut Pasal 37 dan Pasal 38 jika Permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau satu badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38.
(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 41
(1) Pemindahan hak atas pendaftaran Ciptaan, yang terdaftar menurut Pasal 39 yang terdaftar dalam satu nomor, hanya diperkenankan jika seluruh Ciptaan yang terdaftar itu dipindahkan haknya kepada penerima hak.
(2) Pemindahan hak tersebut dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan atas permohonan tertulis dari kedua belah pihak atau dari penerima hak dengan dikenai biaya.
(3) Pencatatan pemindahan hak tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 42
Dalam hal Ciptaan didaftar menurut Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 39, pihak lain yang menurut Pasal 2 berhak atas Hak Cipta dapat mengajukan gugatan pembatalan melalui Pengadilan Niaga.
Pasal 43
(1) Perubahan nama dan/atau perubahan alamat orang atau badan hukum yang namanya tercatat dalam Daftar Umum Ciptaan sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan atas permintaan tertulis Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang mempunyai nama dan alamat itu dengan dikenai biaya.
(2) Perubahan nama dan/atau perubahan alamat tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 44
Kekuatan hukum dari suatu pendaftaran Ciptaan hapus karena:
a. penghapusan atas permohonan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;
b. lampau waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31 dengan mengingat Pasal 32;
c. dinyatakan batal oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
BAB V – LISENSI
Pasal 45
(1) Pemegang Hak Cipta berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Kecuali diperjanjikan lain, lingkup Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlangsung selama jangka waktu Lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
(3) Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi.
(4) Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi.
Pasal 46
Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Hak Cipta tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Pasal 47
(1) Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Agar dapat mem punyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian Lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal.
(3) Direktorat Jenderal wajib menolak pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan Presiden.
BAB VI – DEWAN HAK CIPTA
Pasal 48
(1) Untuk membantu Pemerintah dalam memberikan penyuluhan dan pembimbingan serta pembinaan Hak Cipta, dibentuk Dewan Hak Cipta.
(2) Keanggotaan Dewan Hak Cipta terdiri atas wakil pemerintah, wakil organisasi profesi, dan anggota masyarakat yang memiliki kompetensi di bidang Hak Cipta, yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, susunan, tata kerja, pembiayaan, masa bakti Dewan Hak Cipta ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Biaya untuk Dewan Hak Cipta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibebankan kepada anggaran belanja departemen yang melakukan pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual.
BAB VII – HAK TERKAIT
Pasal 49
(1) Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.
(2) Produser Rekaman Suara memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan Karya Rekaman suara atau rekaman bunyi.
(3) Lembaga Penyiaran memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, dan/atau menyiarkan ulang karya siarannya melalui transmisi dengan atau tanpa kabel, atau melalui sistem elektromagnetik lain.
Pasal 50
(1) Jangka waktu perlindungan bagi:
a. Pelaku, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak karya tersebut pertama kali dipertunjukkan atau dimasukkan ke dalam media audio atau media audiovisual;
b. Produser Rekaman Suara, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak karya tersebut selesai direkam;
c. Lembaga Penyiaran, berlaku selama 20 (dua puluh) tahun sejak karya siaran tersebut pertama kali disiarkan.
(2) Penghitungan jangka waktu perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak tanggal 1 Januari tahun berikutnya setelah:
a. karya pertunjukan selesai dipertunjukkan atau dimasukkan ke dalam media audio atau media audiovisual;
b. karya rekaman suara selesai direkam;
c. karya siaran selesai disiarkan untuk pertama kali.
Pasal 51
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 14 huruf b dan huruf c, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48 , Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77 berlaku mutatis mutandis terhadap Hak Terkait.
BAB VIII – PENGELOLAAN HAK CIPTA
Pasal 52
Penyelenggaraan administrasi Hak Cipta sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 53
Direktorat Jenderal menyelenggarakan sistem jaringan dokumentasi dan informasi Hak Cipta yang bersifat nasional, yang mampu menyediakan informasi tentang Hak Cipta seluas mungkin kepada masyarakat.
BAB IX – BIAYA
Pasal 54
(1) Untuk setiap pengajuan Permohonan, permintaan petikan Daftar Umum Ciptaan, pencatatan pengalihan Hak Cipta, pencatatan perubahan nama dan/atau alamat, pencatatan perjanjian Lisensi, pencatatan Lisensi wajib, serta lain-lain yang ditentukan dalam Undang- undang ini dikenai biaya yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, jangka waktu, dan tata cara pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden.
(3) Direktorat Jenderal dengan persetujuan Menteri dan Menteri Keuangan dapat menggunakan penerimaan yang berasal dari biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
BAB X – PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 55
Penyerahan Hak Cipta atas seluruh Ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak Pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya:
a. meniadakan nama Pencipta yang tercantum pada Ciptaan itu;
b. mencantumkan nama Pencipta pada Ciptaannya;
c. mengganti atau mengubah judul Ciptaan; atau
d. mengubah isi Ciptaan.
Pasal 56
(1) Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil Perbanyakan Ciptaan itu.
(2) Pemegang Hak Cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya, yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta.
(3) Sebelum menjatuhkan putusan akhir dan untuk mencegah kerugian yan g lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan Pengumuman dan/atau Perbanyakan Ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta.
Pasal 57
Hak dari Pemegang Hak Cipta sebagai mana dimaksud dalam Pasal 56 tidak berlaku terhadap Ciptaan yang berada pada pihak yang dengan itikad baik memperoleh Ciptaan tersebut semata-mata untuk keperluan sendiri dan tidak digunakan untuk suatu kegiatan komersial dan/atau kepentingan yang berkaitan dengan kegiatan komersial.
Pasal 58
Pencipta atau ahli waris suatu Ciptaan dapat mengajukan gugatan ganti rugi atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
Pasal 59
Gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 58 wajib diputus dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan di Pengadilan Niaga yang bersangkutan.
Pasal 60
(1) Gugatan atas pelanggaran Hak Cipta diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga.
(2) Panitera mendaftarkan gugatan tersebut pada ayat (1) pada tanggal gugatan diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran.
(3) Panitera menyampaikan gugatan kepada Ketua Pengadilan Ni aga paling lama 2 (dua) hari terhitung setelah gugatan didaftarkan.
(4) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah gugatan didaftarkan, Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan menetapkan hari sidang.
(5) Sidang pemeriksaan atas gugatan dimulai dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan didaftarkan.
Pasal 61
(1) Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 (tujuh) hari setelah gugatan didaftarkan.
(2) Putusan atas gugatan harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah gugatan didaftarkan dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
(3) Putusan atas gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusa n tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan apabila diminta dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum.
(4) Isi putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan oleh juru sita kepada para pihak paling lama 14 (empat belas) hari setelah putusan atas gugatan diucapkan.
Pasal 62
(1) Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (4) hanya dapat diajukan kasasi.
(2) Permohonan kasasi sebagaima na dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan atau diberitahukan kepada para pihak dengan mendaftarkan kepada Pengadilan yang telah memutus gugatan tersebut.
(3) Panitera mendaftar permohonan kasasi pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan dan kepada pemohon kasasi diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.
Pasal 63
(1) Pemohon kasasi wa jib menyampaikan memori kasasi kepada panitera dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2).
(2) Panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi dan memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pihak termohon kasasi paling lama 7 (tujuh) hari setelah memori kasasi diterima oleh panitera.
(3) Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi kepada panitera paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan panitera wajib menyampaikan kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi paling lama 7 (tujuh) hari setelah kontra memori kasasi diterima oleh panitera.
(4) Panitera wajib mengirimkan berkas perkara kasasi yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung paling lama 14 (empat belas) hari setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 64
(1) Mahkamah Agung wajib mempelajari berkas perkara kasasi dan menetapkan hari sidang paling lama 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(2) Sidang pemeriksaan atas permohonan kasasi mulai dilakukan paling lama 60 (enam puluh) hari setelah permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(3) Putusan atas permohonan kasasi harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(4) Putusan atas permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
(5) Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan salinan putusan kasasi kepada panitera paling lama 7 (tujuh) hari setelah putusan atas permohonan kasasi diucapkan.
(6) Juru sita wajib menyampaikan salinan putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada pemohon kasasi dan termohon kasasi paling lama 7 (tujuh) hari setelah putusan kasasi diterima oleh panitera.
Pasal 65
Selain penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dan Pasal 56, para pihak dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.
Pasal 66
Hak untuk mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 65 tidak mengurangi hak Negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran Hak Cipta.
BAB XI – PENETAPAN SEMENTARA PENGADILAN
Pasal 67
Atas permintaan pihak yang merasa dirugikan, Pengadilan Niaga dapat menerbitkan surat penetapan dengan segera dan efektif untuk:
a. mencegah berlanjutnya pelanggaran Hak Cipta, khususnya mencegah masuknya barang yang diduga melanggar Hak Cipta atau Hak Terkait ke dalam jalur perdagangan, termasuk tindakan importasi;
b. menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait tersebut guna menghindari terjadinya penghilangan barang bukti;
c. meminta kepada pihak yang merasa dirugikan, untuk memberikan bukti yang menyatakan bahwa pihak tersebut memang berhak atas Hak Cipta atau Hak Terkait, dan hak Pemohon tersebut memang sedang dilanggar.
Pasal 68
Dalam hal penetapan s ementara pengadilan tersebut telah dilakukan, para pihak harus segera diberitahukan mengenai hal itu, termasuk hak untuk didengar bagi pihak yang dikenai penetapan sementara tersebut.
Pasal 69
(1) Dalam hal hakim Pengadilan Niaga telah menerbitkan penetapan sementara pengadilan, hakim Pengadilan Niaga harus memutuskan apakah mengubah, membatalkan, atau menguatkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf a dan huruf b dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak dikeluarkannya penetapan sementara pengadilan tersebut.
(2) Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari hakim tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penetapan sementara pengadilan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 70
Dalam hal penetapan sementara dibatalkan, pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut ganti rugi kepada pihak yang meminta penetapan sementara atas segala kerugian yang ditimbulkan oleh penetapan sementara tersebut.
BAB XII – PENYIDIKAN
Pasal 71
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan Hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Hak Cipta.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta;
b. melakukan pemeriksaan terhadap pihak atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Hak Cipta;
c. meminta keterangan dari pihak atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan , pencatatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain;
f. melakukan penyitaan bersama-sama dengan pihak Kepolisian terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Hak Cipta; dan
g. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Hak Cipta.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XIII – KETENTUAN PIDANA
Pasal 72
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(4) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(5) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 aya t (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(6) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(7) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(8) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(9) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Pasal 73
(1) Ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana Hak Cipta atau Hak Terkait serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan.
(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang seni dan bersifat unik, dapat dipertimbangkan untuk tidak dimusnahkan.
BAB XIV – KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 74
Dengan berlakunya Undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang Hak Cipta yang telah ada pada tanggal berlakunya Undang-undang ini, tetap berlaku selama tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 75
Terhadap Surat Pendaftaran Ciptaan yang telah dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 yang masih berlaku pada saat diundangkannya undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku untuk selama sisa jangka waktu perlindungannya.
BAB XV – KETENTUAN PENUTUP
Pasal 76
Undang-undang ini berlaku terhadap:
a. semua Ciptaan warga negara, penduduk, dan badan hukum Indonesia;
b. semua Ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang diumumkan untuk pertama kali di Indonesia;
c. semua Ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia, dengan ketentuan:
(i) negaranya mempunyai perjanjian bilateral mengenai perlindungan Hak Cipta dengan Negara Republik Indonesia; atau
(ii) negaranya dan Negara Republik Indonesia merupakan pihak atau peserta dalam perjanjian multilateral yang sama mengenai perlindungan Hak Cipta.
Pasal 77
Dengan berlakunya undang-undang ini, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 78
Undang-undang ini mulai berlaku 12 (dua belas) bulan sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 29 Juli 2002
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Juli 2002
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 85

Cyber Law

Cyber Law
Akhir-akhir ini Indonesia sedang diramaikan dengan berita pembobolan ATM. Para nasabah tiba-tiba saja kehilangan saldo rekeningnya akibat dibobol oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Untuk masalah tipu-menipu dan curi mencuri adalah hal yang sepertinya sudah sangat biasa di Indonesia. Secara makro hal ini mungkin diakibatkan oleh kurangnya kesempatan kerja dan tidak meratanya pendapatan. Dan teknik pembobolan ATM ini dikenal dengan teknik ATM skimmer scan. Namun adakah undang-undang di Indonesiayang mengatur mengenai kejahatan yang bermodus elektronik atau dikenal dengan istilah kejahatan dunia cyber. Dan akhir-akhir ini pula mulai berdengung desas-desus mengenai perumusan undang-undang dunia cyber atau dikenal dengan Cyber Law. Untuk itu makalh ini disusun dengan tema “Apakah penyimpangan skimmer bertentangan dengan cyber law yang ada di Indonesia ?”.

A. Pengertian Cyber Law
Cyber Law adalah aspek hukum yang istilahnya berasal dari Cyberspace Law, yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet/elektronik yang dimulai pada saat mulai "online" dan memasuki dunia cyber atau maya. Pada negara yang telah maju dalam penggunaan internet/elektronik sebagai alat untuk memfasilitasi setiap aspek kehidupan mereka, perkembangan hukum dunia maya sudah sangat maju. Sebagai kiblat dari perkembangan aspek hukum ini, Amerika Serikat merupakan negara yang telah memiliki banyak perangkat hukum yang mengatur dan menentukan perkembangan Cyber Law.
C. Latar Belakang UU Pemanfaatan Teknologi Informasi (Cyber Law)
Banyak orang yang mengatakan bahwa dunia cyber tidak dapat diatur Kata “cyber” ini berasal dari kata “cybernetics” dimana tujuannya adalah mengendalikan sesuatu (misalnya robot) dari jarak jauh Jadi tujuan utamanya adalah pengendalian total à aneh jika dikatakan cyber tidak dapat diatur
• Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam kehidupan sehari-hari kita saat ini
Contoh: penggunaan mesin ATM untuk mengambil uang; handphone untuk berkomunikasi dan bertransaksi (mobile banking); Internet untuk melakukan transaksi (Internet banking, membeli barang), berikirim e-mail atau untuk sekedar menjelajah Internet; perusahaan melakukan transaksi melalui Internet (e-procurement)
• Teknologi Informasi memiliki peluang untuk meningkatkan perdagangan dan perekonomian nasional yang terkait dengan perdagangan dan perekonomian global
• Salah satu kendala yang muncul adalah ketidak-jelasan status dari transaksi yang dilakukan melalui media cyber ini à Untuk itu Cyberlaw harus disiapkan

Definisi dan Jenis Kejahatan Dunia Cyber
Sebagaimana lazimnya pembaharuan teknologi, internet selain memberi manfaat juga menimbulkan ekses negatif dengan terbukanya peluang penyalahgunaan teknologi tersebut. Hal itu terjadi pula untuk data dan informasi yang dikerjakan secara elektronik. Dalam jaringan komputer seperti internet, masalah kriminalitas menjadi semakin kompleks karena ruang lingkupnya yang luas. Kriminalitas di internet atau cybercrime pada dasarnya adalah suatu tindak pidana yang berkaitan dengan cyberspace, baik yang menyerang fasilitas umum di dalam cyberspace ataupun kepemilikan pribadi.

Jenis-jenis kejahatan di internet terbagi dalam berbagai versi. Salah satu versi menyebutkan bahwa kejahatan ini terbagi dalam dua jenis, yaitu kejahatan dengan motif intelektual. Biasanya jenis yang pertama ini tidak menimbulkan kerugian dan dilakukan untuk kepuasan pribadi. Jenis kedua adalah kejahatan dengan motif politik, ekonomi atau kriminal yang berpotensi menimbulkan kerugian bahkan perang informasi. Versi lain membagi cybercrime menjadi tiga bagian yaitu pelanggaran akses, pencurian data, dan penyebaran informasi untuk tujuan kejahatan. Secara garis besar, ada beberapa tipe cybercrime, seperti dikemukakan Philip Renata dalam suplemen BisTek Warta Ekonomi No. 24 edisi Juli 2000, h.52 yaitu:
a. Joy computing, yaitu pemakaian komputer orang lain tanpa izin. Hal ini termasuk pencurian waktu operasi komputer.
b. Hacking, yaitu mengakses secara tidak sah atau tanpa izin dengan alat suatu terminal.
c. The Trojan Horse, yaitu manipulasi data atau program dengan jalan mengubah data atau instruksi pada sebuah program, menghapus, menambah, menjadikan tidak terjangkau dengan tujuan untuk kepentingan pribadi pribadi atau orang lain.
d. Data Leakage, yaitu menyangkut bocornya data ke luar terutama mengenai data yang harus dirahasiakan. Pembocoran data komputer itu bisa berupa berupa rahasia negara, perusahaan, data yang dipercayakan kepada seseorang dan data dalam situasi tertentu.
e. Data Diddling, yaitu suatu perbuatan yang mengubah data valid atau sah dengan cara tidak sah, mengubah input data atau output data.
f. To frustate data communication atau penyia-nyiaan data komputer.
g. Software piracy yaitu pembajakan perangkat lunak terhadap hak cipta yang dilindungi HAKI.
Dari ketujuh tipe cybercrime tersebut, nampak bahwa inti cybercrime adalah penyerangan di content, computer system dan communication system milik orang lain atau umum di dalam cyberspace.

Skimmer

Apa itu Skimmer ?
Skimmer atau ATM Skimmer, merupakan alat pencuri data nasabah yang dipasang di mulut ATM, alat ini akan menyalin data si korban jika ia memasukan kartu ATM melalui skimmer ini, setelah itu maka si penjahat yang menempatakn Skimmer pada lobang ATM akan memiliki data nasabah pemilik ATM.
Dalam istilah sederhana skimmer berarti alat yang bisa digunakan untuk aktivitas pencurian informasi yang dilakukan dari kartu nasabah, baik dari kartu ATM maupun kartu kredit. Dengan memasang alat ini di mulut ATM, pelaku bisa mendapatkan data di kartu nasabah. Kemudian tinggal memasukannya ke dalam kartu ATM bodong. Sementara untuk pin, pelaku menggunakan kamera pengintai mungil.
Proses penempatan Skimmer pada slot lubang ATM:

Gambar Dari Bentuk Skimmer:
Keterangan:
Gambar 1
merupakan bentuk skimmer yang terpisah dari slot asli.
Gambar 2
setelah skimmer di satukan dengan slot lubang ATM

Skimmer Legal
Tahukah Anda bahwa skimmer itu legal? Skimmer itu sebagai alat pindai yang berhubungan dengan kartu elektronik / magnetis, jadi misalnya ada hotel yang pintu masuk kamarnya pakai kartu bisa jadi itu memakai skimmer, tetapi terkait dengan teknis cara kerja skimmer saya belum mengerti dengan jelas. Aktivitas yang dilakukan terkait dengan proses ini dinamakan skimming. Misalnya Anda ingin membuat inovasi atau merancang kunci rumah Anda diganti dengan menggunakan kartu itu mungkin saja dikarenakan skimmer dijual secara bebas dan legal.
Mengutip dari Antara:
“Kami tidak mungkin melarang perdagangan skimmer, karena alat itu legal dan dipakai dimana-mana, seperti untuk membuka pintu kamar hotel,” kata Kombes Pol Pudji Astuti, Kabid Humas Polda Jatim di Surabaya, Jumat (22/1). Sumber
Dari berita tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa skimmer merupakan alat yang legal diperjualbelikan, tetapi jika digunakan untuk kejahatan tentu merupakan perbuatan kriminal. Analoginya, skimmer adalah pisaunya dan skimming adalah penggunaannya. Jika pisau digunakan untuk aktivitas memasak tentu tidak akan ditangkap polisi, tetapi jika pisau dijadikan alat untuk membunuh tentu penggunaannya dikategorikan sebagai perbuatan kriminal. Sama juga dengan penggunaan skimmer, tergantung digunakan untuk apa alat tersebut. Jadi di sini skimmer merupakan alat yang legal, tetapi skimming bisa menjadi legal dan juga illegal tergantung tujuan pemakaiannya. Bank sendiri juga memakai skimmer tapi mungkin istilahnya lain, kalau tidak bagaimana kartu ATM bisa terbaca oleh ATM?

Secara akademis, terminologi ”cyber law” tampaknya belum menjadi terminologi yang sepenuhnya dapat diterima. Hal ini terbukti dengan dipakainya terminologi lain untuk tujuan yang sama seperti The law of the Inlernet, Law and the Information Superhighway, Information Technology Law, The Law of Information, dan sebagainya.

Di Indonesia sendiri tampaknya belum ada satu istilah yang disepakati atau paling tidak hanya sekedar terjemahan atas terminologi ”cyber law”. Sampai saat ini ada beberapa istilah yang dimaksudkan sebagai terjemahan dari ”cyber law”, misalnya, Hukum Sistem Informasi, Hukum Informasi, dan Hukum Telematika (Telekomunikasi dan Informatika). Oleh karena itu dapat dipahami apabila sampai saat ini di kalangan peminat dan pemerhati masalah hukum yang berikaitan dengan Internet/elektronik/elektronik di Indonesia masih menggunakan istilah ”cyber law”.

Sebagaimana dikemukakan di atas, lahirnya pemikiran untuk membentuk satu aturan hukum yang dapat merespon persoalan-persoalan hukum yang muncul akibat dari pemanfaatan Internet/elektronik/elektronik terutama disebabkan oleh sistem hukum tradisi.onal yang tidak sepenuhnya mampu merespon persoalan-persoalan tersebut dan karakteristik dari Internet/elektronik itu sendiri. Hal ini pada gilirannya akan melemahkan atau bahkan mengusangkan konsepkonsep hukum yang sudah mapan seperti kedaulatan dan yurisdiksi. Kedua konsep ini berada pada posisi yang dilematis ketika harus berhadapan dengan kenyataan bahwa para pelaku yang terlibat dalam pemanfaatan Internet/elektronik tidak lagi tunduk pada batasan kewarganegaraan dan kedaulatan suatu negara.

Dalam kaitan ini Aron Mefford seorang pakar cyberlaw dari Michigan State University sampai pada kesimpulan bahwa dengan meluasnya pemanfaatan Internet/elektronik sebenarnya telah terjadi semacam ”paradigm shift” dalam menentukan jati diri pelaku suatu perbuatan hukum dari citizens menjadi netizens. Dilema yang dihadapi oleh hukum tradisional dalam menghadapi fenomena cyberspace ini merupakan alasan utama perlunya membentuk satu regulasi yang cukup akomodatif terhadap fenomena-fenomena baru yang muncul akibat pemanfaatan Internet/elektronik. Aturan hukum yang akan dibentuk itu harus diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hukum (the legal needs) para pihak yang terlibat dalam traksaksi-transaksi lewat Internet/elektronik.

Proposal Mefford ini tampaknya diilhami oleh pemikiran mengenai ”Lex Mercatoria” yang merupakan satu sistem hukum yang dibentuk secara evolutif untuk merespon kebutuhan-kebutuhan hukum (the legal needs) para pelaku transaksi dagang yang mendapati kenyataan bahwa sistem hukum nasional tidak cukup memadai dalam menjawab realitas-realitas yang ditemui dalam transaksi perdagangan internasional. Secara demikian maka ”cyber law” dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan yang berkaitan dengan persoalan-persoalan yang muncul akibat dari pemanfaatan Internet/elektronik.
Dalam kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan tindak pidana, Cyber Law akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan pembobolan ATM dengan skimmer.
Namun di Indonesia sendiri tampaknya belum ada satu istilah yang disepakati mengenai cyber law. Istilah yang dimaksudkan sebagai terjemahan dari ”cyber law”, misalnya, Hukum Sistem Informasi, Hukum Informasi, dan Hukum Telematika (Telekomunikasi dan Informatika)
Yang perlu diatur :
 Pertama, terkait tanggung jawab penyelenggara sistem elektronik, perlu dilakukan pembatasan atau limitasi atas tanggungjawab sehingga tanggungjawab penyelenggara tidak melampaui kewajaran
 Kedua, seluruh informasi elektronik dan tanda tangan elektronik yang dihasilkan oleh suatu sistem informasi, termasuk print out-nya harus dapat menjadi alat bukti di pengadilan
 Ketiga, perlunya aspek perlindungan hukum terhadap Bank Sentral, dan lembaga perbankan/keuangan, penerbit kartu kredit/kartu pembayaran dan lembaga keuangan lainnya dari kemungkinan adanya gangguan dan ancaman kejahatan elektronik
 Keempat, perlunya ancaman pidana yang bersifat deterren terhadap tindak kejahatan elektronik (Cybercrime), sehingga dapat memberikan perlindungan terhadap integritas sistem dan nilai investasi yang telah dibangun dengan alokasi sumber daya yang cukup besar
Dari penjelasan mengenai pengertian cyber law diatas tindakan pencurian data (dalam hal ini data kartu ATM) adalah tetap termasuk dalam tindak criminal di dalam Cyber Law yaitu mengenai hacking. Adapun mengenai penjualan skimmer yang bebas dimasyarakat adalah legal karena fungsi dasar dai alat skimmer adalah sebagai alat penterjemah data kartu berpita magnetic yang biasa digunakan untuk kunci kamar, kartu pulsa, dan sebagainya.Bahkan kartu ATM dapat terbaca dan melakukan transaksi karena memanfaatkan fungsi skimmer ini. NAmun penyimpangan justru dari penggunaan alat skimmer ini

Cybercrime

Cybercrime adalah tindak criminal yang dilakukan dengan menggunakan teknologi computer sebagai alat kejahatan utama. Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi computer khususnya internet. Cybercrime didefenisikan sebagai perbuatan yang melanggar hukum dan tindakan yang dilakukan depat mengancam dan merusak infrastruktur teknologi informasi, seperti: akses iligal, percobaan atau tindakan mengakses debagian maupun seluruh bagian system computer tanpa izin dan pelaku tidak memilki hak untuk melakukan pengaksesan.
Tipe Cybercrime
Beberapa tipe cybercrime menurut Philip Renata dalam suplemen bisnis informasi untuk tujuan kejahatan adalah
• Joy computing, yaitu pemakaian komputer orang lain tanpa izin. Hal ini termasuk pencurian waktu operasi komputer.
• Hacking, yaitu mengakses secara tidak sah atau tanpa izin dengan alat suatu terminal.
• The Trojan Horse, yaitu manipulasi data atau program dengan jalan mengubah data atau instruksi pada sebuah program, menghapus , menambah, menjadikan tidak terjangkau dengan tujuan untuk kepentingan pribadi pribadi atau orang lain.
• Data Leakage , yaitu menyangkut bocornya data ke luar terutama mengenai data yang harus dirahasiakan. Pembocoran data komputer itu bisa berupa berupa rahasia negara, perusahaan, data yang dipercayakan kepada seseorang dan data dalam situasi tertentu.
• Data Diddling, yaitu suatu perbuatan yang mengubah data valid atau sah dengan cara tidak sah, mengubah input data, atau output data.
• To Frustate Data Communication atau penyia-nyiaan data komputer.
• Software Privacy yaitu pembajakan perangkat lunak terhadap hak cipta yang dilindungi HAKI.
Jenis Cybercrime
Jenis-jenis cybercrime adalah:
1. Unauthorized Acces : merupakan kejahatan yang terjadi ketika seserang memasuki atau menyusup ke dalam suatu system jaringan computer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengatahuan dari pemilik system jaringan computer yang dimasukinya. Contoh: probing dan port.
2. Illegal Contents : merupakan kejahatan yang dilakukan dengan memasukkan data atau informasi ke intenet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggao melanggar hokum atau mengganggu ketertiban umum, Contoh: penyebaran pornografi.
3. Penyebaran Virus Secara Sengaja: penyebaran vurus biasanya dilakukan dengan menggunakan email. Seringkali orang yang system emailnya terkena virus tidak menyadari hal tersebut.
4. Data Forgery : kejahatan ini dilakukan dengan tujuan memasulkan data pda dokumen-dokumen penting yang terdapat internet. Hal ini biasanya dilakukan terhadap dokumen yang merupakan milik institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web dataset.
5. Cyber Espionage, Sabitase dan Exortion: Cyber espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki system jaringan computer pihak sasaran. Sabotase dan Extortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap data, program computer atau system jaringan computer yang terhubung ke internet.
6. Cyberstalking : kejahtan yang dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan computer, misalnya: menggunakan e-mail dan dilakukan berulang-ulang. Kejahatan ini menyerupai terror yang dilakukan kepada seseorang dengan memanfaatkanmedia internet.
7. Carding : merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit miik orang lain digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.
8. Hacking dan Cracker: Hacker mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari system computer secara detail dan cara meningkatkan kapabilitasnya. Cracker merupakan orang yang sering melakukan aksi-aksi perusakan di internet.
9. Cybersquatting dan Typosquatting: Cybersquatting merupakan kejahatan yang dilakukan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan harga yang lebih mahal. Typosquatting adalh kejahatan dengan membuat domain plesetan (domain yang mirip dengan nama domain orang lain).
10. Hijacking: merupakan kejahatan yang melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Hal yang sering terjadi adalah pembajakan perangkat lunak (software provacy).
11. Cyber Terorism : merupakan tindakan yang mengancam pemerintah atau warganegara ke situs pemerintah atau militer.
Motif Cybercrime:
Motif dari cybercrime ada 2 jenis berdasarkan motif kegiatannya, yaitu:
a. Cybercrime sebagai tindakan murni kriminal
Kejahatan yang murni merupakan tindak kriminal merupakan kejahatan yang dilakukan karena motif kriminalitas. Kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan. Contoh kejahatan semacam ini adalah Carding, yaitu pencurian nomor kartu kredit milik orang lain untuk digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. Juga pemanfaatan media internet (webserver, mailing list) untuk menyebarkan material bajakan. Pengirim e-mail anonim yang berisi promosi (spamming) juga dapat dimasukkan dalam contoh kejahatan yang menggunakan internet sebagai sarana.
b. Cybercrime sebagai kejahatan ”abu-abu”
Pada jenis kejahatan internet yang termasuk dalam wilayah ”abu-abu”, penentuan apakah itu merupakan tindak kriminal atau bukan cukuo sulit dilakukan. Hal ini mengingat motif kegiatannya terkadang bukan untuk kejahatan. Contohnya adalah probing atau portscanning. Ini adalah sebutan untuk semacam tindakan pengintaian terhadap sistem milik orang lain dengan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari sistem yang diintai, termasuk sistem operasi yang digunakan, port-port yang ada, baik yang terbuka maupun tertutup, dan sebagainya.
Berdasarkan sasaran kejahatan, motif cybercrime ada 3 jenis, yaitu:
a. Cybercrime yang menyerang individu (Against Person)
Sasaran serangan dari kejahatan ini ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut. Contoh kejahatan ini antara lain :
• Pornografi: kegiatan yang dilakukan dengan membuat, memasang, mendistribusikan, dan menyebarkan material yang berbau pornografi, cabul, serta mengekspos hal-hal yang tidak pantas.
• Cyberstalking: kegiatan yang dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya dengan menggunakan e-mail yang dilakukan secara berulang-ulang seperti halnya teror di dunia cyber. Gangguan tersebut bisa saja berbau seksual, religius, dan lain sebagainya.
• Cyber-Tresspass: kegiatan yang dilakukan melanggar area privasi orang lain seperti misalnya Web Hacking. Breaking ke PC, Probing, Port Scanning dan lain sebagainya.
b. Cybercrime menyerang hak milik (Againts Property)
Cybercrime yang dilakukan untuk menggangu atau menyerang hak milik orang lain. Contoh kejahatan jebis ini adalah pengaksesan komputer secara tidak sah melalui dunia cyber, pemilikan informasi elektronik secara tidak sah/pencurian informasi, carding, cybersquating, hijacking, data forgery dan segala kegiatan yang bersifat merugikan hak milik orang lain.
c. Cybercrime menyerang pemerintah (Againts Government)
Cybercrime Againts Government dilakukan dengan tujuan khusus penyerangan terhadap pemerintah, misalnya cyber terorism (tindakan yang mengancam pemerintah termasuk juga cracking ke situs resmi pemerintah atau situs militer).